Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Pages

Classic Header

{fbt_classic_header}

Header

//

Breaking News:

latest

Berbagi “Kematian” di Lini Masa

  “Innalillahi wainnailaihi rojiun…..Telah berpulang ke Rahmatullah, ayah kita, orang tua kita, guru kita pada hari……., ………. dan insyaallah ...

 


“Innalillahi wainnailaihi rojiun…..Telah berpulang ke Rahmatullah, ayah kita, orang tua kita, guru kita pada hari……., ………. dan insyaallah akan makamkan ba’da shalat …….. di……………….(caption foto: wajah, suasana rumah duka, keranda, prosesi shalat jenazah, liang lahat sampai nisan). Kematian seseorang sebagai jalan eksistensi orang lain di lini masa dunia maya.IRONIS!!!!” Tentang “Kematian” Karena “kematian” adalah hak…

“Innalillahi wainnailaihi rojiun…..Telah berpulang ke Rahmatullah, ayah kita, orang tua kita, guru kita pada hari……., ………. dan insyaallah akan makamkan ba’da shalat …….. di……………….(caption foto: wajah, suasana rumah duka, keranda, prosesi shalat jenazah, liang lahat sampai nisan). Kematian seseorang sebagai jalan eksistensi orang lain di lini masa dunia maya.IRONIS!!!!”

Tentang “Kematian”

Karena “kematian” adalah hak primordial segala makhluk yang bernyawa untuk mengakhiri tugasnya sebagai seorang hamba di muka bumi yang setelah bertahun-tahun lamanya harus menjaga amanah tersebut. Maka hendaklah berbahagia orang yang telah “kembali” kepadaNya dalam keadaan apapun.

Tentang “kematian” dalam ruang lingkup fakta sosial yang disuguhkan dalam keseharian, memvisualisasikan bahwa rasa sakit yang mendalam justru lebih terasa pada orang-orang yang masih diberi kesempatan untuk bernafas hingga keesokan harinya atau sampai esok-esok harinya lagi karena adanya stigma yang terbangun bahwa “kematian” adalah akhir dari segalanya, tanpa sadar bahwa justru “kematian”-lah yang menjadi pelengkap bagi misi manusia sebagai seorang khalifah di muka bumi ini.

Erangan kesedihan, haru yang tak terhankan hingga luapan isak tangis yang menderu-deru menjadi instrument wajib bagi setiap “kematian” yang terjadi di alam semesta ini. Bermacam-macam motif  lahir sebagai ekspresi menanggung musibah kematian. Terlepas apakah motif tersebut adalah murni karena perasaan sedih akan kelak datangnya rindu yang tak terbalaskan dari si sosok yang telah tiada, atau sekedar gambaran ikut berpartisipasi kepada khalayak karena adanya beban moril untuk turut berduka cita. Semuanya adalah bagian dimensi sosial milik si pelayat.

“Kematian di Lini Masa”

Pada masa sebelum milinea mencapai puncak kejayaanya, ungkapan duka cukup disampaikan dengan cara datang lansung ke rumah duka, mengirimkan karangan bungan atau sekedar melalui media komunikasi telepon. Kesemuanya adalah cara untuk menunjukkan bahwa ada solidaritas dan silaturahmi yang merasakan saling memiliki saling berbagi. Sebuah bukti bahwa sampai pada ajal pun, hablunminannas adalah sebuah harga mati . Cukup sederhana namun berkesan.

Tidak ada yang berubah dari ekspresi dan motif dari para pelayat yang berdatangan di rumah duka. Yang berubah hanya adanya ekspos besar-besaran yang dilakukan oleh pelayat terhadap kematian seseorang di lini masa media sosial.

Para pengguna media sosial yang budiman, belakangan kematian berubah menjadi sebuah bahan yang sangat menarik untuk dibagikan di lini masa media sosial. Kemasan bahasa dan gambar yang disajikan, memiliki daya tarik tersendiri untuk membangkitkan rasangan seseorang untuk ikut andil dalam bentuk komentar terhadap peristiwa kematian seseorang. Dari sinilah, terkadang penggunaan media sosial menjadi hal yang latah hingga kebablasan, apabila dimanfatkan tanpa etika yang tepat.

Status personal dari pelayat yang sama sekali tidak memiliki hubungan kelurga, akan dipenuhi dengan caption gambar dari foto wajah jenazah yang telah kaku, kain penutup jenazah, posisi jenazah, bahkan foto letak perabotan rumah pun terkadang tidak luput dari caption gambar di media sosial. Bahkan saking besarnya rasa ingin eksis di dunia maya, ada siaran lansung berupa live video di pesbuk dan instagaram story yang menampilkan suasana yang sedang berlansung di rumah duka.  Pertanyaannya, apakah ekspos besar-besaran ini atas seizin keluarga yang bersangkutan? Maka mari kita jawab ini dengan satu kata yang pasti………..TIDAK!!!

Saudara-saudara semua, rupanya tidak sampai disini saja kematian seseorang harus diekspos. Pada saat jenazah telah tiba di tempat ibadah untuk dishalatkan atau dikremasi, masih ada juga seonggok manusia yang dengan sukarelawa dan baik hati mendokumentasikan proses yang sakral ini di media sosial. Dengan sigap telepon seluler dikeluarkan dari kantong lalu mengambil gambar jenazah yang telah siap untuk diibadahkan, dan setelah itu dengan segera pula gambar ini telah berseliweran di media sosial. Apakah hakikat dari proses peribadatan ini sesuai dengan norma agama yang saudara-saudara anut? Maka yakinlah jawabannya kali ini masih…..TIDAK!!!

Akhirnya jenazah diantarkan menuju ke tempat peristirahatan terakhirnya. Sebuah liang yang telah disiapkan sebagai tempat persinggahan jenazah untuk menunggu dan memulai dunianya yang baru. Pada saat jenazah diturunkan ke liang lahat, ternyata masih ada juga manusia sekali lagi mengabadikan proses tersebut dengan gagah, dan yah tentu saja tidak lupa untuk dikabarkan di media sosial miliknya masing-masing. Suasana haru dan khidmat seketika berubah menjadi ajang eksis pengguna media sosial yang ingin berebut gambar dan memberitahukan bahwa dirinya ada pada moment tersebut. Kali ini, bolehkah saya mengatakan bahwa anda melakukannya karena menginginkan pujian dan mengarah kepada riya? Maka, semuanya kali ini akan beralibi dan geram mengatakan……..TIDAK!!!

Anda yang sedari tadi telah jengkel akibat membaca tulisan ini, pada akhirnya akan mulai mempertanyakan hal yang seperti apa yang sepantasnya dilakukan terhadap kematian seseorang?

Maka dalam konteks ini, marilah kita bersama menyadari bahwa kebebasan dalam menggunakan media sosial, haruslah dibarengi dengan kebijakan dalam menyampaikan hal-hal yang sifatnya berada pada ranah etika penggunaan media sosial. Saling mengingatkan tentang kematian adalah sebuah kewajiban , tetapi mengeksposnya secara berlebihan adalah sebuah kecacatan moral.

Kematian adalah kebahagian dari seseorang yang telah menyelesaikan tugasnya dan harus menghadap kembali kepada Sang Pemilik Jiwa.  Tugas kita sebagai yang masih bernafas adalah cukup mendoakan bagi yang bersangkutan semoga diberi tempat terbaik, keluarga yang ditinggalkan senantiasa dilapangkan kesabaran, dan kita pun semoga berakhir dengan bahagia kelak nanti.

Dan satu lagi, bagi yang masih tetap bersikukuh untuk mengekspos kematian seseorang di lini masa sebagai hal yang kekinian. Suatu saat, kalau masih sempat, sebelum kematian menjemput, maka berpesanlah kepada keluarga, teman atau setidaknya buatlah status di media sosial yang berbunyi:

“TOLONG KALAU SAYA NANTI MATI, JANGANLAH DIEKSPOS SEPERTI APA YANG PERNAH SAYA LAKUKAN DI MASA LALU, KARENA WALAUPUN BANYAK YANG KOMENTAR DAN MEMBERIKAN LIKE, SAYA SUDAH TIDAK SEMPAT LAGI MEMBALAS SEMUANYA”

Sumber: https://opiktajibarani.wordpress.com/2017/08/21/berbagi-kematian-di-lini-masa/

Tidak ada komentar